Kaum Ibrahim memiliki hari besar yang bisa hadiri setiap tahunnya di luar perkampungan. Ayah Ibrahim mengajaknya untuk menghadiri perayaan hari besar ini, lalu Ibrahim menjawab, “Aku sakit,” seperti yang disampaikan Allah, “Lalu dia memandang sekilas ke bintang-bintang, kemudian dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya, aku sakit’.” (Ash-Shaffat: 88-89). Ibrahim menggunakan kata-kata kiasan hingga sampai kepada inti yang dimaksudkan, yaitu menghina berhala-berhala mereka, membela agama Allah, menjelaskan kebatilan paganisme yang mereka anut, kebatilan berhala-berhala yang patut dipecah dan dhinadinakan.
Setelah semuanya pergi ke luar perkampungan menuju perayaan hari besar, sedangkan Ibrahim tetap ada di sana, “Kemudian dia (Ibrahim) pergi degan diam-diam kepada berhala-berhala mereka,” yaitu Ibrahim pergi menuju berhala-berhala itu dengan cepat dan secara diam-diam. Ibrahim mendapati semua berhala dihiasi dengan amat indah dan menawan. Di hadapannya mereka berikan berbagai macam makanan sebagai kurban, lalu Ibrahim dengan nada mencela dan mencemooh berkata, “Mengapa kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak menjawab? Lalu dihadapinya (berhala-berhala) itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya.” (Ash-Shaffat: 91-93).
Ibrahim memukul dengan tangan kanan, karena tangan kanan lebih kuat, lebih cepat dan lebih perkasa. Ibrahim menghancurkan berhala-berhala itu dengan kapak yang ada di tangannya, seperti yang Allah sampaikan, “Maka dia (Ibrahim) menghancurkan (berhala-berhala itu) berkeping-keping,” yaitu hancur lebur, semuanya dihancurkan oleh Ibrahim, “Kecuali yang terbesar (induknya); agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (Al-Anbiya: 58-59). Menurut salah satu riwayat, Ibrahim meletakkan kapak di tangan berhala yang paling besar, untuk memberikan kesan bahwa ia cemburu jika ada tuhan-tuhan kecil yang disembah bersamanya.
Saat mereka pulang setelah merayakan hari besar, mereka terenyak dengan apa yang menimpa berhala-berhala. “Mereka berkata, ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zalim’.” (Al-Anbiya: 59).
Situasi yang ada ini merupakan bukti nyata bagi mereka andai saja mereka mau menggunakan akal sehat, maksudnya kondisi yang menimpa berhala-berhala yang mereka sembah. Andai berhala-berhala mereka ini tuhan, tentu bisa membela diri dari siapa pun yang berniat jahat. Namun karena kebodohan, dangkal akal, tersesat dan dungu, mereka justru mengatakan, “Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang zalim.” (Al-Anbiya: 59).
“Mereka (yang lain) berkata, ‘Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim’.” (Al-Anbiya: 60). Yaitu mencela dan mencemooh berha-berhala ini, dialah yang tidak ikut pergi bersama kita (merayakan hari besar di luar perkampungan), dan dia pasti yang telah menghancurkan berhala-berhala ini. Demikian menurut penjelasan Ibnu Mas’ud. Maksudnya adalah kata-kata Ibrahim, “Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkan.” (Al-Anbiya: 57).
“Mereka berkata. ‘(Kalau demikian) bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan’.” (Al-Anbiya: 61). Yaitu di hadapan khalayak ramai, agar mereka bisa menyaksikan dan mendengarkan kata-katanya, serta melihat langsung hukuman apa yang akan menimpanya.