Setiap tahun gawe besar level lokal ini selalu membuat sibuk segenap elemen HMI tak terkecuali, bahkan beberapa gelintir anggota HMI paska jauh lebih repot dan bergolak adrenalinnya. Sebelum dan sesudah even, selalu meninggalkan bekas dan jejak suram dalam hubungan inter dan antar elemen, antar kader se korkom sampai antar institusi se Malang. Dari tahun ke tahun luka berbalas ini seolah menjadi rutin dan mentradisi, menjadi ganjil jika melihat latar mahasiswanya, anak muda yang seharusnya penuh solidaritas dengan obsesi utopinya akan penguasa yang humanis dan berkeadilan. Konfercab justru membuat bentuk relasi interaksional di HMI menjadi sedemikian rasional-pragmatis. Inilah yang menjadikan kita di sebagian insan yg pernah dan sedang bergelut di HMI menjadi sedemikian, bahkan muak. Model kompetisi ini menjadikan impak yg sangat besar dan destruktif terhadap prospek kekaderan di HMI.
Konfercab, Konferensi Cabang , definitif adalah forum pengambilan keputusan tertinggi di tingkat cabang. Di dalamnya tentu harus ada deskripsi terkini atas kampus kampus tempat kader dilahirkan , menyoal kebutuhan pengembangan kapasitas anggota-anggotanya dan mahasiswanya pada diskursus non akademik, mendorong anggota dan mahasiswa lebih aware dengan situasi kebatinan sosial di sekitarnya, di Even inilah dititikberatkannya prioritas pilihan – pilihan gerakan, dari manajemen issu, model advokasi,serta goal – goal yang ingin di capai selama periode kepemimpinan, pendek kata, bersetia pada moral hazard tentu.
Dengan latar mahasiswa (Himpunan Mahasiswa Islam) menjadi mendesak manakala yang di cirikan adalah generasi dengan rentang usia 18/19 – 24 tahunan (atau kurang lebihlah). Terasa konyol manakala dari sisi fashion, jika rentang usia ini dicirikan dengan busana formal, penuh bahasa basa basi, fasih dengan analisis namun miskin bahasa gerak. Bentuk pilihan verbalnya pun tak kalah menjenuhkan,dengan term istilah hasil kulakan di tv show, dalam interaksi persekawanan kental model relasi atas – bawah ,senior- junior, pengurus – anggota, bahkan serupa atasan – bawahan (seribu dapat tiga…… hahahahaaaa).
Sejurus dengan itu pilihan -pilihan leadershipnya tentu akan mendasarkan pada kebutuhan riil dari tantangan aktual, kreatif, bebas nilai, berani dan non kooperatif (mahasiswa gitu loooch….), terampil mengelola pengurus – pengurus, lihay memilah isu prioritas, piawai mengkonsolidir anggota serta handal dalam pilihan dan timing aksi.
Senada dengan ini, proses penemuan individu – individu kandidat di jalankan secara berjenjang, untuk menyaring bobot karakter, bebet integritas serta bobot adab-akhlak dari sang kandidat. Intensitas taaruf komisariat, komunikasi visi ide soal cabang, terobosan atas kemandegan dan kejumudan gerakan mahasiswa Islam. Realitas atas HMI hari ini tak juga menyengat kepedulian kita atas problem keummatan yang lemah dalam imamah, tipis dalam ukhuwwah dengan menggendong tradisi pasif dalam keilmuan.
Organisasi setua HMI tak di pungkiri telah mengharu biru perjalanan negeri ini, tokoh – tokoh berbagai karakter, laku dan kelakuan telah banyak di lahirkan oleh HMI. Kader – kadernya yang matang oleh dinamika dalam silang sengkarut organisasi sedemikian bermanfaat dalam membentuk kader – kadernya,membekali mereka saat memasuki aspek aspek politik dan sosial dalam kepemerintahan.Rutinitas Ini berkontribusi sangat besar terhadap posisi HMI dalam proses karier seorang alumni. Intervensi secara telanjang yang di lakukan dengan diam – diam dalam setiap pengambilan keputusan strategis di HMI menjadikan organisasi ini terpenjara oleh derap hasrat seniorennya.
Hebatnya, sindrome ini benar – benar telah menjerumuskan HMI di lembah broker makelar. Pengurus cabang hasil dari konfercab merupakan kumpulan para pemegang saham kemenangan, bukan lagi pendelegasian yang membawa marwah institusi, akibatnya jelas, kegiatannya dari itu ke itu LK, pleno, musda, kongres,aksi a la kadarnya(itupun jika ada), ada dan tiadanya tak membawa dampak, minim inovasi kepemudaan, tak peka atas problem ukhuwwah, komisariat berjalan bagi yang aktif, vakum bagi yang pasif. Zombie.
Sudah mendesak (karena memang sudah terlambat),hari ini HMI butuh kader yang memiliki gairah perlawanan, alergi kemandegan,dan bersemangat syi’ar. Meski sepi dan terkesan percuma, harus ada individu bahkan setingkat komisariat untuk tampil sebagai sang pembaharu, kondisi umat hari ini yang amat mirip dengan saat abang Lafran Pane menggagas HMI, umat yang terpecah, berebut benar(claim of the truth), proses kepemerintahan yang kehilangan kepercayaan sebagian rakyat. Timing ini tepat bagi kader HMI untuk berani melawan arus, meski sepi, harus ada yang menjaga lampu tetap menyala di sudut tersepi di balairung besar suram ini.
Sumber: KAHMI Rayon Nasional (ITN Malang)