Jakarta – Korps Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menggelar Munas X di Medan, Sumatera Utara. Munas X yang dibuka Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (17/11) kemarin itu akan berlangsung sampai Minggu (19/11/2017).
Budayawan dan mantan aktivis HMI cabang Jakarta Syamsuddin Ch Haesy mengingatkan agar peserta Munas menghindari praktik money politik dalam pemilihan presidium. Dia berharap presidium yang terpilih adalah kandidat yang muda dalam usia, visioner dan tegas cerdas berpolitik serta humble dan tangkas dalam berpolitik.
Menurut dia Munas KAHMI X saat ini berada di tengah pusaran pragmatisme politik. Selama 51 tahun berkiprah, KAHMI peran memainkan peran strategis dalam dinamika politik kebangsaan dan politik kenegaraan, sebagai sumber kader bagi penyelenggaraan negara, baik di eksekutif, legislatif, yudikatif.
“Tak terkecuali di kalangan pendidikan tinggi dan eksekutif profesional (Badan Usaha Milik Negara dan swasta), serta kalangan profesi lainnya di berbagai lapangan kehidupan (sosial, ekonomi, dan budaya),” kata Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya Sabtu (18/11/2017).
Pada masanya, komunitas alumni HMI yang (secara otomatis) merupakan anggota KAHMI, dikenal sebagai kader tangguh yang egaliter, visioner, dan mumpuni dalam mewujudkan tanggungjawab profesionalnya masing-masing. Apa yang pernah diangankan oleh pahlawan nasional Lafran Pane (pendiri HMI) dan kawan-kawan, nyaris mewujud sempurna dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Namun belakangan peran itu melemah. Meski tak semuanya kehilangan idelisme untuk berkomitmen pada prinsip dasar Insan Cita, banyak alumni HMI – termasuk pengurus KAHMI yang tak berdaya menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar. Bahkan ada yang menjadi bagian pelaku kemunkaran itu sendiri. “Peran besar sebagai bagian dari pemberi solusi atas berbagai persoalan bangsa, pun surut, karena tak sedikit anggota (dan bahkan pengurus KAHMI) yang menjadi bagian dari masalah bangsa itu sendiri,” tambah Syamsuddin.
Menurut dia, zaman terus bergerak dan lingkungan KAHMI pun terjadi perubahan degradatif yang menyesakkan nafas. Anggota KAHMI yang semula merupakan energizer dan kader berkualitas prima (dalam konteks leadership) dan ‘pertarung tangguh’ di ‘luar kandang,’ – terutama di lingkungan partai-partai politik – nyaris kehilangan daya.
Ketika gelombang besar pragmatisme politik dan politik transaksional lewat money politic yang bebal dan membebalkan, KAHMI dan begitu banyak anggotanya tak berkutik. “Terutama, karena mereka tak lagi memainkan peran strategis sebagai penentu, khasnya di lingkungan partai dan lembaga politik lainnya,” kata Syamsuddin.
Akibatnya, kata dia, KAHMI laksana paguyuban para legiun aktivis yang lebih sibuk sebagai event organizer dengan agenda rutin: dies natalis, buka puasa bersama, halal bil halal, bakti sosial, diskusi – seminar – simposium – lokakarya, dan fund rising. KAHMI abai memainkan peran sebagai institusi yang pantas dan patut melakukan assesment atas kader pemimpin partai, penyelenggara negara dan pemerintahan.
Peran strategis KAHMI telah berpindah ke ormas-ormas lain yang banyak bertumbuh sejak era Reformasi dan menentukan tune demokrasi. Sebagian besar anggota KAHMI di berbagai partai dan institusi politik, selalu menggelorakan hasrat dan ‘pulang kandang’ – karena kalah berkompetisi di ‘luar kandang’ – kemudian berpolitik di ajang domestik.
Hal itu nampak setiap kali akan berlangsung Musyawarah Nasional (Munas) KAHMI yang sesungguhnya merupakan ajang evaluasi dan pembaruan komitmen untuk tetap tegak di atas pondasi trilogi : keislaman, keindonesaan dan keilmuan (yang menyatu di dalam independensi). Ironisnya, dalam konteks ‘bertarung di dalam kandang’ sendiri, beberapa di antara mereka – kepanjangan tangan parpol dan invisible hand kekuatan politik di luar, membawa serta pragmatisme dan transactional politic.
Mampukah Munas X KAHMI dapat menghambat arus bebal politik praktis semacam itu?
“Jawabnya adalah mampu! Sepanjang seluruh peserta Munas X KAHMI mempunyai integritas yang teguh, jeli dan kritis. Khasnya dalam memilih Presidium KAHMI yang telah diseleksi oleh Panitia Seleksi yang dibentuk Majelis Nasional KAHMI. Caranya? Tolak politik transaksional, khususnya money politic – politik uang — apapun bentuknya,” jawab Syamsuddin.
Jika praktik money politic terjadi dalam pemilihan Presidium Majelis Nasional di dalam MUNAS X KAHMI, menurut dia, hal itu sama maknanya dengan penghancuran benteng moral kaum muslim terdidik.
“Siapapun pelakunya, sedang menghancurkan institusi dan eksistensi KAHMI. Tindakan money politic, mengotori misi mulia pahlawan nasional – pendiri HMI, Prof. Drs. Lafran Pane,” tegas Syamsuddin.
Dia yakin jika terjadi praktik money politik di MUNAS X KAHMI, dan Pak Lafran Pane masih hidup, pasti beliau malu, dan akan melangkah ke Istana Negara, untuk mengembalikan gelar Pahlawan Nasional yang dianugerahkan kepadanya.
Kepada seluruh peserta MUNAS X KAHMI, wajib menolak siapa saja kandidat Presidium Majelis Nasional KAHMI yang terindikasi akan bermasalah dengan persoalan hukum, terutama korupsi. Dia menyarankan agar presidium yang dipilih adalah kandidat yang muda dalam usia, visioner dan tegas cerdas berpolitik serta humble dan tangkas dalam berpolitik.
Sumber: Erwin Dariyanto – detikNews | (erd/nvl)